Innaa lillahi wa inna ilaihi raji’un. Rabu, 30 Desember 2009 sebagaimana hari-hari biasa para santri Tebuireng selepas shalat maghrib melakukan aktifitasnya mengaji Kitab Kuning di serambi masjid dan wisma. Mereka belum sadar dan tidak menyangka bahwa guru mereka KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pukul 18.45 WIB. meninggal dunia di RSCM Jakarta. Karena Kamis sebelumnya 24/12/2009, mereka masih bisa mencium tangan cucu pendiri Pesantren Tebuireng itu saat Gus Dur berziarah ke makam KH. M. Hasyim Asy’ari kakeknya dan ayahandanya KH. Abdul Wahid Hasyim.
KH. Salahuddin Wahid yang berada di Tebuireng menerima SMS dari saudarnya di Jakarta pun belum yakin dengan meninggalnya kakak pertama dari enam bersaudara itu. Kabar pun tersiar luas ketika Gus Sholah melakukan wawancara dengan TV One sebelum tim kedokteran RSCM melakukan jumpa pers.
Para santri terhenyak mendengar kepergian tokoh idolanya. Gus Dur bukan hanya milik para santri, NU, dan Indonesia. Gus Dur sudah menjadi tokoh internasional. Presiden SBY pun menginstruksikan pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda hari berkabung nasional. Tidak lain karena Gus Dur adalah Presiden ke-4 dan tokoh demokrasi Indonesia.
Barangkali sudah menjadi firasat, ketika Gus Dur dirawat di RSUD Jombang (24/12) karena kelelahan setelah silaturrahim ke KH. Musthofa Bisri Rembang dan ta’ziyah ke makam kakeknya. Ketika sepupunya KH. Abdul Hakam putra KH. Abdul Kholiq Hasyim Kamis malam Jum’at depan (31/12) diminta menjemputnya di Tebuireng. Ternyata Gus Dur benar-benar menepati janjinya beliau benar-benar datang, namun hanya jasadnya.
Atas pertimbangan keamanan dari Paspampres RI sholat jenazah untuk umum dilakukan di Masjid Ulil Albab yang berada di belakang kompleks Pesantren Tebuireng. Karena pemakaman Gus Dur dilakukan dengan upacara militer yang dipimpin langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Para penta’ziyah yang boleh mengikuti proses pemakaman pun dibatasi para kerabat, pejabat, dan kyai-kyai sepuh. Semua tamu harus melewati pemeriksaan dari Paspampres.
Sebenarnya pihak keluarga dan Pesantren Tebuireng ingin memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat umum untuk bisa juga mengikuti acara pemakaman. Namum karena keterbatasan ini, keluarga besar KH. Abdurrahman Wahid dan Pesantren Tebuireng mohon ma’af yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut mendo’akan, memberi bantuan materiil, mengirimkan karangan bunga dan ikut membantu proses pemakaman. Jazaakumullahu ahsana al-jazaa’.
Selamat Jalan Guru Kami, GUS DUR....
KH. Salahuddin Wahid yang berada di Tebuireng menerima SMS dari saudarnya di Jakarta pun belum yakin dengan meninggalnya kakak pertama dari enam bersaudara itu. Kabar pun tersiar luas ketika Gus Sholah melakukan wawancara dengan TV One sebelum tim kedokteran RSCM melakukan jumpa pers.
Para santri terhenyak mendengar kepergian tokoh idolanya. Gus Dur bukan hanya milik para santri, NU, dan Indonesia. Gus Dur sudah menjadi tokoh internasional. Presiden SBY pun menginstruksikan pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda hari berkabung nasional. Tidak lain karena Gus Dur adalah Presiden ke-4 dan tokoh demokrasi Indonesia.
Barangkali sudah menjadi firasat, ketika Gus Dur dirawat di RSUD Jombang (24/12) karena kelelahan setelah silaturrahim ke KH. Musthofa Bisri Rembang dan ta’ziyah ke makam kakeknya. Ketika sepupunya KH. Abdul Hakam putra KH. Abdul Kholiq Hasyim Kamis malam Jum’at depan (31/12) diminta menjemputnya di Tebuireng. Ternyata Gus Dur benar-benar menepati janjinya beliau benar-benar datang, namun hanya jasadnya.
Atas pertimbangan keamanan dari Paspampres RI sholat jenazah untuk umum dilakukan di Masjid Ulil Albab yang berada di belakang kompleks Pesantren Tebuireng. Karena pemakaman Gus Dur dilakukan dengan upacara militer yang dipimpin langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Para penta’ziyah yang boleh mengikuti proses pemakaman pun dibatasi para kerabat, pejabat, dan kyai-kyai sepuh. Semua tamu harus melewati pemeriksaan dari Paspampres.
Sebenarnya pihak keluarga dan Pesantren Tebuireng ingin memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat umum untuk bisa juga mengikuti acara pemakaman. Namum karena keterbatasan ini, keluarga besar KH. Abdurrahman Wahid dan Pesantren Tebuireng mohon ma’af yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut mendo’akan, memberi bantuan materiil, mengirimkan karangan bunga dan ikut membantu proses pemakaman. Jazaakumullahu ahsana al-jazaa’.
Selamat Jalan Guru Kami, GUS DUR....